ELEMEN-ELEMEN (KOMPONEN-KOMPONEN SISTEM) & SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER CBIS – PERTEMUAN II

#ELEMEN-ELEMEN (KOMPONEN-KOMPONEN SISTEM)

Diatas merupakan lingkungan elemen-elemen (komponen sistem), berikut adalah dekripsi elemen-elemen yang menyusun sebuah sistem tersebut terdiri (dalam Raymond, 2001) :

  1. Tujuan : Merupakan tujuan dari suatu sistem tersebut adalah berupa tujuan usaha, kebutuhan, masalah dan prosedur pecapaian tujuan.
  2. Input : Merupakan bagian dari sistem yang bertugas untuk menerima data masukan dimana data dapat berupa asal masukan, frekeunsi pemasukan data dan jenis pemasukan data.
  3. Proses : Merupakan bagian yang memproses masukan data menjadi informasi sesuai dengan keinginan penerima, proses dapat berupa : klarifikasi, peringkasan dan pencarian.
  4. Output : Merupakan keluaran atau tujuan akhir sistem, output dapat berupa laporan ataupun grafik.
  5. Umpan Balik : Merupakan elemen-elemen sistem yang tugasnya apakah sistem berjalan sesuai keinginan, umpan balik dapat berupa perbaikan ataupun pemeliharaan.

#SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER CBIS

EVOLUSI CBIS

Seluruh aplikasi program komputer atau lebih dikenal dengan software di bidang bisnis tersebut lebih dikenal dengan istilah sitem informasi berbasis komputer CBIS (Computer Based Information System) (dalam Abdul, 2003).

Computer Based Information System (CBIS) atau Sistem Informasi Berbasis Komputermerupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu pengambilan keputusan (dalam Wahyudi & Subando, 2001)

Kemampuan komputer mengelola informasi bisnis yang semakin kompleks dijelaskan oleh Raymond (2004) sebagai berikut : “Informasi adalah salah satu jenis utama sumber daya yang tersedia bagi manajer. Informasi dapat dikelola seperti halnya sumber daya yang lain, dan perhatian pada topic ini bersumber dari dua pengaruh. Pertama, bisnis telah menjadi semakin rumit, dan kedua, komputer telah mencapai kemampuan yang semakin baik”.

 1. SISTEM INFORMASI AKUTANSI

Nugroho (2001) menyatakan bahwa sistem informasi akuntansi adalah susunan formulir, catatan, peralatan termasuk komputer dan perlengkapannya serta alat komunikasi, tenaga pelaksanaannya dan laporan yang terkoordinasi secara erat yang didesain untuk mentransformasikan data keuangan menjadi informasi yang dibutuhkan manajemen.

Menurut Midjan dan Susanto (2001) menyatakan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan suatu sistem pengolahan data akuntansi yang merupakan koordinasi dari manusia, alat dan metode yang berinteraksi secara harmonis dalam suatu wadah organisasi yang terstruktur untuk menghasilkan informasi akuntansi keuangan dan informasi akuntansi manajemen yang berstruktur pula.

Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2000) sistem informasi akuntansi adalah serangkaian dari satu atau lebih komponen yang saling berelasi dan berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan, yang terdiri dari pelaku, serangkaian prosedur, dan teknologi informasi.

Berdasarkan definisi menurut para tokoh dapat disimpulkan sistem informasi akutansi adalah suatu sistem pengolahan data akuntansi yang didesain untuk mentransformasikan data keuangan menjadi informasi yang dibutuhkan manajemen untuk tujuan yang terdiri dari pelaku, serangkaian prosedur dan teknologi informasi.

2. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

Susanto (2007) sistem informasi manajemen merupakan kumpulan dari sub-sub sistem yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang diperlukan oleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan saat melaksanakan fungsinya.

Menurut Hartono (2005) sistem informasi manajemen adalah kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkat manajemen didalam kegiatan perencanaan dan pengendalian.

Sedangkan George (2002) sistem informasi manajemen adalah serangkaian sub-sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu yang mampu mentransformasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer atas dasar kriteria mutu yang telah ditetapkan.

Berdasarkan definisi para tokoh dapat diambil sebuah kesimpulan sistem informasi manajemen adalah serangkaian sub sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang diperlukan oleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan saat melaksanakan fungsinya.

3. SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

Sistem pendukung keputusan (SPK) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer termasuk sistem berbasis pengetahuan atau manajemen pengetahuan yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semi terstruktur yang spesifik (dalam Sutabri, 2004)

Menurut Moore dan Chang (dalam Sutabri, 2004), SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat yang tidak biasa.

Sedangkan menurut Keen dan Scoot Morton (dalam Sutabri, 2004) sistem pendukung keputusan merupakan penggabungan sumber-sumber kecerdasan individu dengan kemampuan komponen untuk memperbaiki kualitas keputusan. Sistem Pendukung Keputusan juga merupakan sistem informasi berbasis komputer untuk manajemen pengambilan keputusan yang menangani masalah-masalah semi struktur

Berdasarkan teori diatas dapat diambil kesimpulan sistem pendukung keputusan adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer termasuk sistem berbasis pengetahuan atau manajemen, berkemampuan mendukung analisis dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan dan orientasi perencanaan masa depan. Pendukung Keputusan juga merupakan sistem informasi berbasis komputer untuk manajemen pengambilan keputusan yang menangani masalah-masalah semi struktur.

4. OFFICE AUTOMATIZATION

Susanto (2007) otomatisasi perkantoran merupakan aplikasi teknologi informasi yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas pegawai

Office Automation/Otomatisasi Kantor adalah penggunaan alat elektronik untuk  komunikasi formal dan informal terutama berkaitan dengan komunikasi informasi dengan orang-orang di dalam dan di luar perusahaan untuk meningkatkan produktivitas. Sistem Elektronik Formal dan Informal. Beberapa sistem OA direncanakan secara formal, dan mungkin didokumentasikan dengan suatu prosedur tertulis, mirip SIM. Namun, sebagian besar sistem OA tidak direncanakan atau diuraikan secara tertulis (dalam Turban, 2003)

5. SISTEM PAKAR

sistem pakar (Expert System) dibuat bertujuan untuk dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya bisa diselesaikan oleh para ahli. Pembuatan sistem pakar bukan untuk menggantikan ahli itu sendiri melainkan dapat digunakan sebagai asisten yang sangat berpengalaman (dalam Sri Kusumadewi, 2003).

Menurut Martin dan Oxman (dalam Kusumadewi, 2003) sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah, yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar dalam bidang tertentu.

Menurut Ignizio (dalam Kusumadewi, 2003) sistem pakar merupakan bidang yang dicirikan oleh system berbasis pengetahuan (Knowledge Base System), memungkinkan adanya komponen untuk berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan kaidah.

Berdasarkan teori dari para tokoh dapat disimpulkan bahwa sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang memungkinkan adanya komponen untuk berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan kaidah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, K. (2003). Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi Offset.

George. (2002). Prinsip-prinsip Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Hartono, J.M. (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta : Andi.

Kusumadewi, S. (2007). Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Midjan, L., Susanto, A. (2000).  Sistem Informasi Akuntansi 1. Jakarta : Erlangga.

Nugroho, W. 2001. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta : Erlangga.

Raymond. (2001). Sistem Informasi. Jakarta : Prenhallindo.

Raymond., George. (2004). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : PT Indeks.

Romney, M. B., Stembart,P.J. (2000).  Accounting Information System. New Jersey : Prentice Hall.

Sutabri, T. (2004). Analisa Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi Offset.

Susanto,A. (2007). Sistem Informasi Manajemen. Bandung : Lingga Jaya.

Turban. (2003). Introduction to Information Technology. USA : John Wiley & Sons Inc.

Wahyudi,  K., Subando, A.M. (2001). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

 

#Sistem Informasi Psikologi – Pertemuan I

Sistem

Havery (dalam seputarpengetahuan.com, 2015) sistem ialah suatu prosedur yang rasional dan logis, yang berguna untuk merancang ataupun melakukan suatu rangkaian komponen yang saling berkaitanan satu sama lainnya.

Sedangkan, menurut Jogiyanto (2005) sistem adalah jaringan kerja yang memiliki prosedur-prosedur yang saling berhubungan satu dengan yang lain yang berkumpul untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

Menurut Sutanta (2009) sistem adalah kumpulan elemen yang saling bekerja sama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna mencapai suatu tujuan.

Menurut Manama (dalam seputarpengetahuan.com, 2015) sistem merupakan sebuah struktur konseptual yang tersusun dari berbagai fungsi yang saling berkaitan dan bekerja sebagai satu kesatuan dalam mencapai hasil yang diharapkan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan pengertian tokoh-tokoh tersebut dapat ditarik kesimpulan sistem adalah suatu jaringan atau kumpulan elemen yang memiliki prosedur yang terstruktur atau tersusun, rasional dan logis sehingga dapat menyelesaikan suatu kegiatan atau tujuan menjadi lebih efektif dan efisien.

Informasi

George (dalam Kosasih, 2006) informasi adalah data atau suatu pengetahuan yang penting dan berguna.

Menurut Jogiyanto (2005) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Informasi yang diperoleh seseorang biasanya dapat berupa data atau hal baru bagi penerima.

Sedangkan, menurut Sutanta (2009) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna dan menjadi berarti bagi penerimanya. Kegunaan informasi adalah untuk mengurangi ketidakpastian di dalam proses pengambilan keputusan tentang suatu keadaan. Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya untuk mendapatkan informasi tersebut.

Berdasarkan pengertian tokoh dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi adalah suatu pengetahuan atau suatu data yang penting bagi penerima informasi tersebut, informasi ini bersifat baru sehingga dapat mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan.

Psikologi

Ditinjau dari segi ilmu bahasa, kata psikologi berasal dari kata psyche yang artinya jiwa dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi psikologi merupakan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau bisa disebut dengan ilmu jiwa (dalam Basuki, 2008). Dibawah ini merupakan definisi psikologi menurut beberapa tokoh, yaitu :

  1. Branca (dalam Basuki, 2008) menyatakan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia. Hal ini dapat dilihat dengan pernyataan “When the interest of men turns the action of human being, and when that interest takes the form of accurate observation, exact descriptions, and experimental study of human behavior, the science of psychology emerges
  2. Menurut Plotnik, (dalam Basuki, 2008) psikologi merupakan studi sistematik dan ilmiah tentang perilaku dan proses mental (Psychology is systematic, scientific study of behavior and mental processes).
  3. Sedangkan, Wundt (dalam Basuki, 2008) berpendapat psikologi merupakan ilmu tentang kesadaran manusia (The science of human consciousness). Dari batasan ini dapat dikemukakan bahwa dalam psikologi, keadaan jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia. Unsur kesadaran merupakan hal yang dipelajari dalam psikologi.

Berdasarkan pengertian beberapa tokoh, dapat diambil kesimpulan bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan tentang manusia yang mencakup perilaku dan proses mental dalam manusia itu sendiri.

Sistem Informasi Psikologi

Berdasarkan tinjauan pustaka, mengenai pengertian sistem, informasi dan psikologi dapat mendapatkan suatu pemahaman tentang sistem informasi psikologi yaitu merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengetahui informasi dengan menggunakan aplikasi atau jaringan tertentu untuk mengelolah informasi tentang manusia atau perilaku manusia tersebut, sehingga seseorang dengan efektif dan efisien dapat menggunakan sistem informasi ini untuk mempermudah pekerjaannya dalam mengetahui perilaku yang ada pada manusia dan data tersebut dapat diubah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu seperti tujuan penelitian

Daftar Pustaka :

Basuki, H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/06/26-pengertian-sistem-menurut-para-ahli.html (diakses 9 Oktober 2015)

Jogiyanto. (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Kosasih. (2006). Cerdas Berbahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Sutanta, E. (2009). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Graha Ilmu.

BERPIKIR & BERBAHASA

Berpikir sangat tergantung pada cara atau sudut pandang. Menurut Behaviourisme, berpikir merupakan penguatan antara  stimulus dan respon. Menurut Asosiasionis, berpikir merupakan asosiasi antara tanggapan yang satu dengan yang lain. Dari segi Kognisi, berpikir merupakan pemrosesan informasi mulai dari stimulus yang ada (starting position) sampai ke pemecahan masalah (finishing position) atau goal state. (dalam Basuki, 2008)

Berpikir merupakan proses kognitif yang berlangsung dari stimulus hingga respon untuk memecahkan suatu masalah, membentuk suatu konsep atau melakukan aktivitas yang kreatif (dalam Basuki, 2008). Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diberi akal dan pikiran untuk berpikir dan berbahasa.

Berpikir dan berbahasa berjalan secara bersamaan karena salah satu hasil kemampuan berpikir adalah berbahasa. Perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa yang berjalan secara bersamaan tersebut terangkum dalam perkembangan kognitif. Piaget (dalam Basuki, 2008) membagi tahapan perkembangan kognitif dalam  beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap Sensorismotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini, pemikiran anak lebih dilandaskan pada tindakan inderawinya. Contohnya : Saat seorang bayi melihat mainan atau benda didepannya, ia akan berusaha mengambilnya dan memainkan mainan atau benda tersebut, entah benda itu digigit atau dimainkan, ia hanya penasaran dan ingin memainkannya.

2. Tahap Pra Operasi (2-7 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai berpikir dengan menggunakan simbol-simbol untuk menghadirkan suatu benda atau pemikirannya, khususnya penggunaan bahasa. Contohnya : Seorang anak mempunyai kemampuan untuk berhitung atau membaca, berhitung merupakan contoh proses dari berpikir serta membaca merupakan contoh proses dari berbahasa. Tetapi untuk tahap ini anak belum dapat berpikir secara jelas atau menggunakan bahasa-bahasa yang sulit dipahami karena dirinya masih dalam proses pembelajaran.

3. Tahap Operasi Konkret (8-11 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai berpikir dengan menggunakan aturan-aturan logis yang jelas, maksudnya adalah anak mulai tahu bagaimana cara berpikir secara baik dan berbahasa secara baik, anak dapat mengetahui dengan baik apa yang baik ia kerjakan untuk dirinya, dalam hal ini anak mulai tahu jika dia melakukan sesuatu hal yang baik maka membawa kebaikan untuknya tapi ketika dia melakukan sesuatu yang sebaliknya akan ada konsekuensinya.

4. Tahap Operasi Formal (11 tahun keatas)

Pada tahap ini, anak mulai berpikir secara abstrak, hipotesis, deduktif dan induktif. Tentunya tahap ini tidak berdiri sendiri, tahap ini berjalan dalam urutan perkembangan, sehingga tidak bisa terjadi loncatan atau pertukaran tahap. Tahap ini ada ketika seorang individu sudah melalui beberapa tahap sebelumnya. Contohnya : seorang anak atau individu yang dihadapkan pada suatu masalah, individu tersebut harus mempunyai problem solving dari masalah tersebut dalam hal ini ia menggunakan pikirannya. Problem solving bisa didapat dari pengalaman atau orang lain yang pernah mengalami masalah serupa, ia kemudian memilih-milih cara terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut serta di temukan cara terbaik ia akan bertindak dan tindakan tersebut merupakan suatu respon. Dalam contoh yang disebutkan tadi ini merupakan pengertian berpikiri secara kognisi yaitu berpikir adanya pemrosesan informasi mulai dari stimulus yang ada (starting position) sampai ke pemecahan masalah (finishing position) atau goal state.

 

Daftar Pustaka :

Basuki, H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma

#TERAPI KELOMPOK

Menurut harleigh B. Trecker, terapi kelompok adalah suatu metode khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu-individu  dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam setting-setting fungsional pekerjaan social, rekreasi dan pendidikan.

Tujuan terapi :

  1. Berperan mendorong munculnya motivasi kepada klien untuk merubah perilakunya dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
  2. Menyalurkan emosi dan membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
  3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
  4. Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
  5. Menciptakan dinamika sosial yang berkembang intensif.

Tujuan Kelompok :

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan lain mengubah prilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuanya. Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dansaling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara penyelesaian masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungasn interpersonal yang baik, serta mengembangkan prilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki, diakui dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.

Peran Terapis

Terapis harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya

Jenis dan tujuan terapi kelompok menurut Rawlins, Wiliams dan Beck (1993) :

  1. Kelompok terapeutik : Bertujuan mencegah masalah kesehatan, mendidik, mengembangkan potensi, meningkatkan kualitas kelompok dengan angota saling bantu dalam menyelesaikan masalah.
  2. Terapi kelompok : Membuat sadar diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan membuat perubahan.
  3. Terapi aktivitas kelompok : Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok yang dilakukan secara bertahap. Selain itu, dapat juga berupa melakukan hal yang menjadi hobinya seperti menyanyi, saat melakukan hobi, terapis mengobservasi reaksi pasien berupa ekspresi perasaan secara nonverbal. Secara umum, dapat kita simpulkan bahwa tujuan dari terapi kelompok adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal, membagi emosi atau perasaan yang dimiliki pasien dan agar pasien mandiri

Teknik Terapi Kelompok

  1. Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif
  2. Terapis turut membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih bisa terbuka dan menceritakan masalah yang dialaminya.
  3. Berfokus pada satu topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.

 

Daftar Pustaka :

Corey, G. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang : IKIP Semarang Press

Rawlins, T.R.P., Williams, S.R., Beck, C.M. (1993). Mental Health Psychiatric Nursing a Holistic Life Cycle Approach. St. Louis : Mosby Year Book.

Trecker,H.B. (2008). Social work administration. University of California : Association Press.

#Person Centered Therapy

Terapi Person-Centered di cetuskan oleh Carl Ransom Rogers (1902-1987) dengan sebutan nondirective counseling. Rogers (sebagai terapis) meminimalkan pengarahannya dan membantu kliennya memperjelas persepsi mereka mengenai diri sendiri. Rogers meneliti tentang persepsi klien terhadap self-aktual dan self-idealnya. Reflection of feelings adalah teknik yang dilakukan terapis dalam  memposisikan dirinya sebagai cermin bagi klien, agar klien dapat lebih mengenal dirinya, menerima diri sendiri, dan kemudian dapat mempersepsikan keadaannya sekarang

Terapi person centered bersandar pada asumsi bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi-diri. Motif ini didefinisikan sebagai kecenderungan yang lekat pada semua orang dan pada semua organisme untuk mengembangkan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-caranya yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan orang itu. Jika motif diasumsikan ini tidak ada, maka fokus terapi person centered pada non-directive akan menjadi persoalan. Rogers berpendapat bahwa seorang terapis tidak boleh membuat sugesti-sugesti atau penafsiran-penafsiran dalam terapi karena dalam pandangannya motif aktualisasi akan menuntun pasien dengan sangat baik. Jika motif ini tidak ada, maka tidak ada alasan bagi terapis untuk menjadi non-directive.

Tujuan Terapi Person Centered :

Merubah kondisi psikologis individu menjadi  pribadi yang positif dan optimal (afektif, kognitif, perilaku/kebiasaan)

Peran Terapis pada proses terapi Person Centered :

  1. Terapis  tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu dilakukan oleh klien sendiri.
  2. Terapis merefleksikan perasaan-perasaan klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
  3. Terapis menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun.
  4. Terapis memberi kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.

Fungsi Terapis pada proses Terapi Person Centered :

Secara garis besar terapist berfungsi sebagai instrument untuk membantu klien terhadap terciptanya perubahan perilaku. Adapun sikap terapist sebagai instrument dalam proses terapi meliputi kongruen/genuine/otentik, penghargaan tanpa syarat (uncounditional positif regard), dan pemahaman secara empati (empathic understanding)

Daftar Pustaka :

Corey, G. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang : IKIP Semarang Press

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta : KASINUS.

#Terapi Analisis Transaksional

Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang mendasar. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Awalnya Berne mendapatkan pelatihan sebagai psikoanalis Freudian, oleh karena itu Analisis Transaksional berakar dari tradisi psikodinamika. Selain itu Analisis Transaksional juga berakar dalam suatu filsafat anti deterministic yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Tujuan Terapi Analisis Transaksional : Analisis transaksional sebenarnya ber­tujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-­siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan). Peran dan Fungsi Terapi : Terapis berperan sebagai guru adalah menerangkan tehnik seperti analisis struktural, analisis transaksioanl, analisis naskah, dan analisi permainan. Terapis membantu klien dalam rangka menemukan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, mengadaptasi rencana hidup dan mengembangakn strategi dalam berhubungan denagn orang lain. terapis membantu klien dalam menentukan alternatif-alternatif menyatakan tugas terapi adalah menolong klien mendapatkan perangakat yang diperlukan untuk mendapat perubahan, menolong klien untuk menemukan kekuatan internal mereka untuk mendapatkan perubahan denagn jalan mengambil keputusan yang lebih cocok. Konseling analisis transaksional didesain untuk mendapatkan insight emosional dan intelektual, tetapi focus pada bagian rasional. Hal ini berimplikasi pada peran konselor dalam proses konseling yang lebih banyak dituntut dan focus pada  pemikiran konseli. Tahap – tahap pada Analisis Transaksional Menurut Harris, proses konseling Analisis Transaksional ada beberapa tahapan, yaitu :

  1. Pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
  2. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien
  3. Kemudian membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah kearah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis.
  4. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.

Teknik Analaisis Transaksional :

  1. Analisis Struktur : Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien yang terlihat dari respons atau stimulus klien dengan orang lain
  2. Analisis transaksional : Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingga konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau  belum.
  3. Analisis Mainan : Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
  4. Analisis Skript : Analisis Skript ini merupakan usaha konselor untuk mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak dalam asuhan orang tua, pada masa ini terjadi transaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. Dan pada akhirnya terbentuk suatu tujuan hidup dan rencana hidup (script atau naskah). Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkit posisi hidup yang tidak sehat

    Daftar Pustaka : Corey, G. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang : IKIP Semarang Press Surya, M. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung : Pustaka Bany Quraisy http://www.academia.edu/9344862/makalah_analisis_transaksional_ria

#Terapi Logo Terapi

Victor Emil Frankl dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1905 di Wina Austria dari keluarga Yahudi yang sangat kuat memegang tradisi, nilai-nilai dan kepercayaan Yudaisme. Hal ini berpengaruh kuat atas diri Frankl yang ditunjukkan oleh minat yang besar pada persoalan spiritual, khususnya persoalan mengenai makna hidup. Di tengah suasana yang religius itulah Frankl menjalani sebagian besar hidupnya.
Dalam bagian pertama buku “Man’s Seach for Meaning” (Frankl, 1963), mengisahkan penderitaan Frankl selama menjadi tawanan Yahudi di Auschwitz dan beberapa kamp konsentrasi Nazi lainnya. Kehidupannya selama tiga tahun di kamp konsentrasi adalah kehidupan yang mengerikan secara kejam. Setiap hari, ia menyaksikan tindakan-tindakan kejam, penyiksaan, penembakan, pembunuhan masal di kamar gas atau eksekusi dengan aliran listrik. Pada saat yang sama, ia juga melihat peristiwa-peristiwa yang sangat mengharukan; berkorban untuk rekan,kesabaran yang luar biasa, dan daya hidup yang perkasa. Di samping para tahanan yang berputus asa yang mengeluh, “mengapa semua ini terjadi pada kita? “, mengapa aku harus menanggung derita ini?”, ada juga para tahanan yang berpikir “apa yang harus kulakukan dalam keadaan seperti ini?”. Yang pertama umumnya berakhir dengan kematian, dan yang kedua banyak yang lolos dari lubang jarum kematian. Frankl memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya berhubungan :
1. Kebebasan berkehendak (Freedom of Will) : Manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut.
2. Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning) : Motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda dengan psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
3. Makna Hidup (The Meaning Of Life) : Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus.

Tujuan Terapi :
Bertujuan memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

Peran terapis :
Terapis harus mampu mengalami secara subjektif persepsi tentang dunianya. Dia juga harus aktif dalam proses terapeutik untuk memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan. Terapis terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri maksudnya adalah terapis mampu melepaskan pemikiran, masalah yang membuat pasien merasa tidak bebas secara psikologis. Dengan begitu, pasien akan lebih sadar tentang siapa dirinya dan apa yang harus dia lakukan di masa depannya
Teknik – Teknik Terapi Logo terapi Frankl :
1. intensi paradoksal, yang mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti
2. De-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya.

Ada 4 tahapan dalam Logo Terapi, yaitu :
1. Tahap perkenalan dan pembinaan,rapport. Pada tahap inidiawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembina rapport yang makin lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi konseli.
2. Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli. Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3. Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
4. Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini tercakupmodifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan symptom

Daftar Pustaka :
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi-Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Corey, G. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang : IKIP Semarang Press

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius.

Klik untuk mengakses makalah_logoterapi_bk_keluarga.pdf

#Terapi Humanistik Eksistensial

Tokoh 1

            Victor Frankl (Lah. 1905) lahir dan mendapatkan pendidikan di Viena. Dia medirikan pusat penasehat remaja di sana pada tahun 1928 dan memimpinnya sampai tahun 1938. Dia juga menjabat sebagai staff dari berbagai klink dan Rumah Sakit. Gelar Dokter (M.D.) diterimanya tahun 1930 dan Ph. D pada tahun 1949, keduanya dari Unversitas Viena. Di samping itu, dia mendapatkan gelar Doktor Honoriskausa dari Universitas di seluruh dunia yang jumlahnya lebih dari 120. Dia mendjadi professor di Universiras Viena dan kemudian menjadi pembicara terhormat pada United States International University di San Diego. Karya-karya Frankl telah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa dan dia masih tetap meninggalkan dampak pada perkembangan terapi existensial. Bukunya yang sangat menarik “Man,s Search For Meaning” telah menjadi Best Seller di seluruh dunia.

Meskipun Frankl mulai mengembangkan pendekatan existensial untuk praktek klinis sejak sebelum tahun-tahun di kamp maut Nazi, pengalamannya dalam kamp itu telah mempertagas pandangannya. Dia mengamati dan secara pribadi mengalami kebenaran yang diungkapkan oleh penulis-penulis dan filsuf-filsuf existensial, termasuk di dalamnya pandangan yang mengatakan bahwa cinta kasih adalah sasaran paling tinggi yang bisa menjadi ambisi manusia. Kita punya pilihan-pilihan pada setiap situasi adalah kenyataan yang diperkuat oleh pengalamannya di kamp konsentrasi, Frankl percaya bahwa esensi seseorang adalah pencarian akan makna dan tujuan

Tokoh 2

            Rollo May (L. 1909) pertama tinggal Ohio, kemudian pindah ke Michigan waktu dia masih kanak-kanak bersama lima orang suadara laki-lakinya dan seorang saudara perempuan. Kenangan masa hidupnya dikatakannya sebagai kenangan yang tidak bahagia, suatu hal yang membuatnya meminati psikologi dan konseling. Dalam hidupnya May telah bergulat dengan kepeduliannya pada existensi dirinya sendiri dan dua perkawinannya yang gagal namun, peristiswa-peristiwa itu tidak memberinya pandangan hidup yang negatif. Pada usia 78 tahun dia berkata bahwa dia bisa mendapatkan kegembiraan hidup daripada saat berusia 58 tahun dan tentu saja lebih daripada waktu berusia 38 tahun. Pada masa belia May belajar kebudayaan Yunani, yang menurut pendapatnya bisa memberinya perspektif pada sifat-sifat manusia. Kemudia ia pergi ke Viena dan belajar pada Alfred Adlerd. Pada tahun 1938 Ia meraih gelar master teologi dari Union Technological Sminary. Pada tahun 1949 Ia meraih gelar Ph.D., dibidang psikologi klinis dari Columbia University. Dia menulis buku berjudul “The Meaning of Anxiety (makna dari kecemasan) tahun 1950, yang disebutnya sebagai persediaan air dari karirnya.

 

Tujuan Terapi Humanistik Eksistensial

Membantu klien menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan-kekuatan determinisik dari luar dirinya. Terapi eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna.

Peran dan fungsi terapis adalah sebagai berikut :

  1. Memahami dunia klien dan membantu klien untuk berfikir dan mengambil keputusan atas pilihannya yang sesuai dengan keadaan sekarang.
  2. Mengembangkan kesadaran, keinsafan tentang keberadaannya sekarang agar klien memahami dirinya bahwa manusia memiliki keputusan diri sendiri.
  3. Sebagai fasilitator memberi dorongan dan motivasi agar klien mampu memahami dirinya dan bertanggung jawab menghadapi reality.
  4. Membentuk kesempatan seluas – luasnya kepada klien, bahwa putusan akhir pilihannya terletak ditangan klien.

Penerapan Teknik dan Prosedur Terapeutik

Pendekatan eksistensial pada dasarnya tidak memiliki perangkat teknis yang siap pakai seperti kebanyakan pendekatan lainya. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik, juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode yang berasal dari Gestalt dan analis Transaksional pun sering digunakan. Akan tetapi pada intinya, teknik dari pendekatan ini adalah penggunaan kemampuan dari pribadi terapis itu sendiri.

Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis.

Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap. Dalam tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal pencitpaan masalah dalam kehidupan mereka.

Pada tahap pertengahan, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.

Tahap Terakhir berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.

Teknik Terapi

  1. Kapasitas untuk sadar akan dirinya : Implikasi Konseling.

Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.

  1. Kebebasan dan tanggung jawab : Implikasi Konseling.

Terapis eksistensial terus menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi

Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis. Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.

  1. Usaha untuk mendapatkan identitas dan bisa berhubungan dengan orang lain : Implikasi Konseling.

Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.

  1. Pencarian makna : Implikasi Konseling.

Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi. Orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.

  1. Kecemasan sebagai kondisi dalam hidup : Implikasi Konseling.

Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru.

  1. Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.

Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.

Daftar Pustaka :

Corey, G. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang : IKIP Semarang Press

Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York : Salemba Humanika

#Terapi Psikoanalisa

Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia, di Perbatasan Austria-Hongria dan meninggal pada tanggal 23 September 1939 di London. Sigmund Freud merupakan tokoh pendiri psikoanalisis atau disebut juga aliran psikologi dalam (depth psychology) ini secara skematis menggambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es

Psikoanalisa sendiri adalah suatu sistem dalam psikologi yang berasal dari penemuan-penemuan Freud dan menjadi dasar dalam teori psikologi yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik. Psikoanalisa memandang kejiwaan manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang menimbulkan konflik.

Arlow, 1989 mengatakan bahwa Psikoanalisis adalah sistem dalam psikologi yang lengkap dan luas. Meliputi pengalaman-pengalaman dunia dalam dan dunia luar.

Tujuan Terapi Psikoanalisa

Tujuan terapi psikoanalisa adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau di rekonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian.

Teknik Terapi Psikoanalisa

Teknik dasar untuk melaksanakan psikoanalisa adalah dengan meminta pasien berbaring di dipan khusus (couch) dan psikoanalis duduk dibelakangnya, jadi posisi pasien menghadap kearah lain, hal tersebut dilakukan agar pasien tidak mengemukakan apa yang muncul dalam pikirannya dengan bebas, tanpa merasa terhambat, tertahan dan tanpa harus memilih mana yang dianggap penting dan tidak penting. Lima teknik dasar terapi psikoanalisa yaitu dibawah ini :

  1. Asosiasi Bebas.

Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.

  1. Penafsiran.

Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan perkataan lain, analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya.

  1. Analisis Mimpi.

Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketaksadaran, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap.

Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak disadari. Karena begitu mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap makna-makna yang terselubung.

  1. Analisis dan Penafsiran Resistensi

Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis.

Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.

  1. Analisis dan Penafsiran Transferensi

Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.

Fungsi dan Peran Terapis

Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis. Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional. Fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah.

Hubungan antara Terapis dan Klien

Hubungan klien dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamakan pada analis  urusan yang tak selesai yang terdapat dalam hubungan klien di masa lampau dengan orang yang berpengaruh. Proses pemberian treatment mencakup rekonstruksi klien dan menghidupkan kembali pengalaman- pengalaman masa lampaunya. Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konfik-konflik masa dininya yang menyangkut cinta, seksual, kebencian, kecemasan, dan dendamnya, membawa konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan menyangkutkannya pada analisis. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien.

Kelebihan Terapi Psikoanalisa :

Kelebihan dari terapi ini adalah dasar teori yang kuat dan mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.

Kekurangan Terapi Psikoanalisa :

Membutuhkan waktu yang lama sehingga membuat klien jenuh dan Memakan banyak biaya bagi klien

Daftar Pustaka :

Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama.

Gunarsa, S. D. (1996). “Konseling dan psikoterapi” cetakan ke 2. Jakarta : Gunung Mulia

#Tugas 2 – Psikoterapi

Upaya untuk membedakan antara psikoterapi dan konseling sudah sejak lama dibedakan oleh berbagai pihak dan para ahli, namun tidak pernah memuaskan. Oleh karena itu psikoterapi dan konseling tidak perlu dilakukan lagi dan sebaliknya keduanya diterima sebagai kegiatan sinonim, banyak kesamaan dan sama-sama bertujuan untuk membantu orang lain. Tetapi sebagian ahli berusaha untuk membedakan antara psikoterapi dan konseling karena dianggap perlu dilakukan agar jelas keprofesiannya dan perlu diketahui oleh masyarakat agar ada kejelasan dan tidak menimbulkan keraguan.

Wolberg (1954) merumuskan tentang psikoterapi merupakan suatu bentuk perawatan (treatmen atau perilaku) terhadap masalah yang timbul dari faktor emosi, kemudian seseorang yang terlatih dan terencana mengadakan hubungan professional dengan pasiennya dengan tujuan memindahkan, mengubah suatu simtom dan mencegah agar simtom tersebut tidak muncul pada seseorang yang terganggu pola perilakunya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara positif.

Ivey dan Simek-Downing (1980), mengemukakan bahwa psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekonstrusikan seseorang dan perubahan lebih besar pada stuktur kepribadian. Sedangkan konseling merupakan proses yang lebih intensif berhubungan dengan upaya membantu orang normal mencapai tujuannya dan agar berfungsi lebih efektif.

1. Perbedaan Psikoterapi & Konseling berdasarkan Tujuannya :

Hahn & MacLean (1955), mengemukakan mengenai tujuan konseling menitikberatkan pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak dirinya tidak timbul. Sedangkan psikoterapi bertujuan untuk menangani penyimpangan yang merusak dan kemudian menangani usaha pencegahannya.

Menurut Mowrer (1953), konseling berhubungan dengan usaha mengatasi klien yang mengalami gangguan kecemasan biasa (normal anxiety), sedangkan psikoterapi berusaha untuk menyembuhkan seseorang untuk menderita neurosis-kecemasan (neurotic anxiety).

Tyler (1961), mengemukakan bahwa konseling berhubungan dengan proses membantu klien untuk menumbuhkan identitasnya, sedangkan psikoterapi berusaha melakukan perubahan pada stuktur dasar perkembangannya. Konseling berhubungan dengan penggunaan sumber yang ada, sedangkan psikoterapi berhubungan dengan perubahan kepribadiannya. Tyler mengatakan bahwa konseling berhubungan dengan masalah perilaku yang timbul karena perannya yang ada sedangkan psikoterapi berhubungan dengan konflik yang ada di dalam diri seseorang (intrapersonal).

Blocher (1966) membedakan konseling dengan psikoterapi dengan melihat pada tujuannya sebagai berikut :

  1. Konseling : Developmental-educative-preventive
  2. Psikoterapi : Remediative-adjustive-therapeutic

Dari berbagai tujuan yang dikemukakan para ahli diatas, saya menyimpulkan bahwa, Psikoterapi bertujuan untuk membantu klien untuk menyembuhkan masalah-masalah yang telah terjadi didalam dirinya, sehingga masalah yang timbul dalam dirinya dapat sembuh atau berubah menjadi lebih positif. Sedangkan konseling bertujuan untuk mencegah masalah-masalah yang akan muncul agar tidak merusak dirinya sendiri.

2. Berbedaan Psikoterapi & Konseling berdasarkan Klien, Konselor dan Penyelenggaraan :

Secara tradisional membedakan antara konseling dan psikoterapi sangatlah mudah, karena pada konseling, konselor menghadapi klien yang normal, sebaliknya pada psikoterapi menghadapi klien yang mengalami neurosis atau psikosis. Karena itu Patterson (1978) maupun Pallone (1977), keduanya mengatakan bahwa konseling diberikan kepada seseorang klien, sedangkan psikoterapi kepada seseorang pasien.

Konselor dan psikoterapis mempunyai latarbelakang pendidikan pada umumnya berbeda, namun ada kesamaan pada subjek tertentu yang harus dipelajari dan dilatih serta dikuasai selama dalam pendidikan, misalnya teori dasar kepribadian dengan perkembangan, gangguan perubahan dan penilaian serta alat penilainya.

Konseling bisa dilakukan di Lembaga Pendidikan, seperti Sekolah, Perguruan tinggi, Lembaga atau Biro khusus atau praktikan pribadi. Sedangkan psikoterapi dilakukan dalam kegiatan yang sifatnya klinis di Lembaga Pendidikan dengan pengaturan dan suasana yang khusus tapi psikoterapi lebih banyak dilakukan di Rumah Sakit, Lembaga khusus atau praktikan pribadi yang berhubungan dengan kesehatan.

Brammer & Shostrom (1977) mengemukakan bahwa :

  1. Konseling ditandai oleh adanya terminologi seperti : Eductional, vocational, supportional, situasional, problem solving, conscious, awarenesse, normal, present-time dan short-term.
  2. Psikoterapi ditandai oleh : Supportive (dalam keadaan krisis), reconstructive, dept emphasis, analytical, focus on the past, neurotics and other severe emotional problems and long-term.

Bentuk – Bentuk Utama Terapi

Dibawah ini merupakan bentuk-bentuk terapi menurut Phares (dalam Markam, 2007), antara lain :

  1. Psikoterapi Suportif bertujuan untuk memperkuat perilaku penyesuaian diri klien tersebut yang sudah baik serta memberi dukungan psikologis dan menghindari diri dari usaha untuk menggali apa yang ada didalam alam bawah sadar klien tersebut Psikoterapi Suportif ini dilakukan untuk memberikan dukungan pada klien yang mengalami kesulitan pada dirinya.
  2. Psikoterapi Re-edukatif bertujuan untuk mengubah pikiran klien menjadi lebih positif dan efektif serta mendidik kembali agar klien dapat menyesuaikan diri lebih baik setelah mempunyai pemahaman yang baru atas persoalannya tersebut. Psikoterapi ini biasanya dilakukan dalam konseling
  3. Psikoterapi Rekonstruktif bertujuan untuk mengubah seluruh kepribadian klien dengan menggali ketidaksadaran klien, lalu menganalisa mekanisme defensif yang patologis, memberi pemahaman akan adanya proses-proses tak sadar dan seterusnya. Psikoterapi ini berkaitan dengan pendekatan psikoanalisis dan berlangsung intensf dalam jangka waktu yang lama

Daftar Pustaka :

Gunarsa, S. D. (1996). “Konseling dan psikoterapi” cetakan ke 2. Jakarta : Gunung Mulia

Markam, S.L.S., Sumarmo. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)